BATAM – Pemerintah memberikan penugasan, kepada PGN, melalui Kepmen ESDM nomor 13 tahun 2020, untuk penyediaan pasokan LNG, hingga pelaksanaan pembangunan infrastruktur LNG untuk pembangkit listrik, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan melaksanakan penugasan tersebut melalui pembangunan clusterisasi infrastruktur LNG
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN, Syahrial Mukhtar mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur LNG terbagi menjadi tiga area yaitu Area Barat, Area Tengah, dan Area Timur. “Kami akan membangun tiga Hub. Ada di Area Barat akan bangun hub di Terminal Arun, untuk bisa menyuplai kebutuhan gas di Nias, Krueng, dan sekitarnya,” kata Syahrial.
Kemudian Area Tengah, kami sudah memiliki FSRU Lampung, dengan sistem breakbulking ke kapal-kapal kecil untuk menyuplai small LNG carrier. “Jadi, nanti FSRU Lampung bisa dibawa ke Kalimantan, Bali, NTT, dan NTB,” jelas Syahrial.
Lebih lanjut, pada Area Timur akan dibangun HUB perkiraan di Ambon untuk melayani Indonesia Tengah dan Timur seperti Sulawesi, Maluku dan Papua.
Pelaksanaan pembangunan Infrastruktur LNG dilakukan secara stimulan untuk pembangkit yang sudah dibangun dan dibagi menjadi delapan cluster. Cluster itu, ada Sumatera, Cluster Kalimantan Barat, Cluster Bali Nusra 1, Cluster Bali Nusra 2, Cluster Sulawesi, Cluster Maluku, Cluster Papua Utara dan Cluster Papua Selatan.
“Tahap Quick Win akan dilaksanakan dengan menggunakan pola operasi follower di lokasi PLTMG Nias, PLTMG Tanjung Selor, dan PLTMG Sorong. Tahun ini ditargetkan selesai,” bebernya.
Ditargetkan, pada tahap ini dapat menyediakan harga yang lebih rendah dari HSD di plant gate pembangkit PLN. “Perkiraan penghematan atas konversi penggunaan HSD ke PLN pertahun pada tahap quick win ini estimasi sebesar Rp 200 Milyar,” sambung Syahrial.
Diakui, pihaknya sudah bersama sama dengan PLN menyepakati skema logistik yang paling optimal. Untuk lokasi Quick Win Nias menggunakan skema transportasi laut dengan LCT dan isotank, Tanjung Selor menggunakan transportasi darat dengan trucking dan isotank, sedangkan Sorong menggunakan pipa gas.
Setelah penandatanganan HoA yang dilakukan Pertamina dan PLN dengan salah satu isinya Pertamina telah menunjuk dan menugaskan PGN sebagai Sub Holding Gas untuk melaksanakan penyediaan pasokan dan infrastruktur, maka PGN telah melakukan koordinasi secara intensif dengan PLN untuk menyelesaikan perjanjian komersial untuk jangka waktu 20 tahun untuk tahap quick win.
“Sejauh ini para pihak berkerja sama dengan baik dan menghasilkan progres yang positif,” ujarnya.
Syahrial berharap bahwa dalam waktu tidak lebih dari dua sampai tiga tahun, program konversi pembangkit listrik BBM ke gas alam sudah terealisasi. “Proyek ini juga termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan membutuhkan investasi yang sangat besar,” bebernya.
Sementara Direktur Utama PGN, Suko Hartono mengatakan, langkah strategis ini sebagai wujud komitmen mereka, untuk memperkuat struktur usaha Subholding gas. Harapannya, dapat meraih peluang pertumbuhan usaha dari meningkatnya kebutuhan dalam negeri akan pasokan gas untuk mendukung pembangunan pembangkit listrik.
“Selain itu, menjadi respon PGN dalam mendukung program pemerintah menargetkan perbaikan bauran energi primer bagi pembangkit listrik PLN, sekaligus menurunkan emisi gas rumah kaca,” imbuhnya.(mbb)