BATAM – Kandasnya kapal berbendera Iran bernama MV Shahraz di Perairan Batu Berhenti, Pulau Sambu, Kota Batam beberapa waktu lalu, diminta agar ditindaklanjuti pemerintah. MV Shahraz diminta untuk bertanggungjawab atas kerusakan terumbu karang dan tumpahan minyak yang mencermati air laut.
Desakan itu disampaikan Ketua Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup (AMPUH) Batam, Budiman Sitompul. “Jangan anggap kandasnya MV Shahraz sebagai peristiwa kecelakaan laut biasa. Dampak kerugian itu yang kena di perarian Batam, jadi kami harap pihak terkait harus lebih teliti soal ini,” katanya.
Sebelumnya kapal yang bertolak dari Port Klang, Malaysia pada 10 Mei 2020 lalu dengan tujuan Yangshan Port, Shanghai ini, dikabarkan sempat ditolak masuk oleh Pemerintah Singapura sebelum akhirnya kandas di Perairan Indonesia.
MV Shahraz memilik panjang kapal 299,2 meter dan lebar 40 meter, dengan berat 86018 ton (DWT) yang kandas di Perairan Batu Berhenti, Pulau Sambu, Batam. Kapal itu mengangkut 25 kru kapal dan bermuatan ratusan peti kemas pada 11 Mei 2020.
Mereka membantah jika Kapal MV Shahraz tidak melakukan pencemaran air laut. Kandasnya MV Shahraz diduga menyebabkan kerusakan pada terumbu karang serta tumpahan minyak yang menyebabkan pencemaran air laut.
“Semua aktivitas di MV Shahraz harus dihentikan sementara, sampai penelitian terhadap tingkat kerusakan terumbu karang selesai dilakukan. Termasuk rencana evakuasi ratusan kontainernya yang menggunakan cranebase dari kapal ke kapal,” sambungnya.
Pihaknya diakui sudah melayangkan somasi kedua, ke PT BMS di Jakarta, sebagai agen MV Shahraz.
Aktivitas pengurangan beban pada MV Shahraz, menurut Budi, dapat menimbulkan getaran yang bisa memperparah kerusakan pada biota laut di sekitar perairan tersebut.
“Somasi kami layangkan kembali ke PT BMS yang berkedudukan di Jakarta, karena kami punya bukti dan data bahwa kapal MV Shahraz itu telah melakukan pencemaran,” imbuhnya.
Dibeberkan, setelah Kapal MV Shahraz menabrak batu karang lanjutnya, kurang lebih 23 jam kemudian baru dilakukannya pekerjaan Oil Boom oleh PT BMS. Sehingga diduga, sebelum itu sudah terjadi pencemaran air laut.
“Kami juga meminta surat kepada KSOP Tanjung Balai Karimun untuk tidak mengeluarkan kapal itu,” bebernya.
Terkait sejumlah pihak yang membantah adanya kerusakaan pada terumbu karang, hal tersebut dirasa Budi, perlu diuji terlebih dahulu dengan membuktikan hasil pemeriksaan fisik secara rinci.
“Berdasarkan pengamatan pada Automatic Indentification System (AIS), dimana MV Shahraz sudah keluar dari alur pelayaran,” tegas dia.(mbb)